BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Thrombosis
adalah terbentuknya dari unsur darah di dalam pembuluh darah vena atau arteri
pada makhluk hidup. Thrombosis merupakan istilah yang umum dipakai untuk
sumbata pembuluh darah, baik arteri maupun vena. Thrombosis hemotaesis yang
bersifat sel-limited dan terlokalisisr untuk mencegah hilangnya darah yang
berlebihan merupakan respon normal tubuh terhadap trauma akut vskuler,
sedangkan thrombosis patologis seperti vena dalam (TVD), emboli paru, thrombosis
arteri coroner yang menimbulkan infark miokard, dan oklusi trombotik pada
serebro vaskuler merupakan respon tubuh yang tidak diharapkan terhadap gangguan
akut dan kronik pada pembuluh darah. Ahli bedah vaskuler berperan untuk
mengeluarkan thrombus yang sudah terbentuk yaitu dengan melakukan konsep
thrombosis pertama kali diperkenalkan oleh Virchow pada tahun 1856 dengan
dianjurkanya uraian patofisiologi yang terkenal sebagai triad of vichow yaitu
terdiri dari abnormalitas dinding pembuluh darah, perubahan komposisi darah,
dan ganguan aliran darah. Ketiganya merupakan faktor-faktor yang memegang
peranan penting dalam patofisiologi thrombosis.
Trombektomi dikenal dua macam thrombosis yaitu thrombosis arteri dan thrombosis
vena.
Angka
kejadian VTE mendekati 1 per 1000 populasi setiap tahunnya Pada satu pertiga kasus, bermanifestasi
sebagai emboli paru, sedangkan dua pertiga lainnya hanya sebatas DVT. Pada
beberapa penelitian juga didapatkan bahwa kejadian VTE meningkat sesuai umur,
dengan angka kejadian 1 per 10.000 – 20.000 populasi pada umur dibawah 15
tahun, dan meningkat secara eksponensial sesuai dengan umur hingga 1 per 1000
kasus pada usia diatas 80 tahun. Insidensi VTE pada ras Asia dan Hispanic
dilaporkan lebih rendah dibandingkan dengan ras Kaukasians,
Afrika-Amerika, Latin, dan Asia Pasifik. Angka insidensi yang lebih
rendah ini masih belum dapat dijelaskan, namun diduga berkaitan dengan
rendahnya prevalensi faktor predisposisi genetik, seperti faktor V Leiden.
Tidak ada perbedaan insidensi antara pria dan wanita, walaupun penggunaan
kontrasepsi oral dan terapi sulih hormon post menopause merupakan faktor resiko
terjadinya VTE. Insiden DVT di Amerika Serikat adalah 159 per 100 ribu atau
sekitar 398 ribu per tahun. Tingkat fatalitas TVD yang sebagian besar
diakibatkan oleh emboli pulmonal sebesar 1% pada pasien muda hingga 10% pada
pasien yang lebih tua 16. Tanpa profilaksis, insidensi TVD yang diperoleh di
rumah sakit adalah 10-40% pada pasien medikal dan surgikal dan 40-60% pada
operasi ortopedik mayor. Dari
sekitar 7 juta pasien yang selesai dirawat di 944 rumah sakit di Amerika, tromboemboli
vena adalah komplikasi medis kedua terbanyak, penyebab peningkatan lama
rawatan, dan penyebab kematian ketiga terbanyak.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan Anatomi Fisiologi
2. Apa saja Etiologi (Deep Vein Thrombosis)
3. Apa
yang dimaksud dengan Trombrosis Vena Dalam (Deep Vein Thrombosis)
4. Apa
saja asuhan keperawatan yang diberikan
5. Apa
saja tindakan yang dilakukan perawat pada pasien yang mengalami Trombrosis Vena
Dalam
C.
Tujuan
Penulisan
1. Mengetahui
apa saja anatomi fisiologi Trombrosis Vena Dalam
2. Mengetahui
etiologi yang terjadi pada (Deep Vein Thrombosis)
3. Memahami
pengertian Trombrosis Vena Dalam (Deep Vein Thrombosis)
4. Memahami
asuhan keperawatan pada thrombosis vena dalam
5. Mengetahui
diagnose thrombosis vena dalam
6. Dapat
memberikan tindakan keperawatan pada pasien Trombrosis Vena DalaM
D.
Sistematika
penulisan
Bab
l : terdiri dari pendahuluan latar
belakang, tujuan, sistematika penulisan
Bab
ll : terdiri dari tinjauan teoritis,
pengertisn Deep Vein Trombrosit, etiologi dan patofisiologi, maniftasi klinis
Bab
lll : Asuhan Keperawatan pada Deep Vein
Trombosit
Bab
lV terdiri dari penutup : kesimpulan, saran, daftar pustaka
BAB
II
TINJAUAN
TEORITIS
A.
Anatomi
Fisiologi
Vena merupakan pembuluh darah yang dilewati sirkulasi
darah kembali menuju jantung sehingga disebut juga pembuluh darah balik.
Dibandingkan dengan arteri, dinding vena lebih tipis dan mudah melebar. Sama
seperti arteri, vena memiliki 3 lapis dinding yaitu tunika intima, tunika media
dan tunika adventitia. Pada arteri lapisan yang tebal adalah tunika media
sedangkan lapisan tebal pada vena adalah tunika adventitia , yang juga dikenal
sebagai externa tunika. Ini adalah lapisan terluar dari pembuluh darah, yang
menyediakan stabilitas struktural mirip lapisan tunika media di arteri.
Sementara darah bergerak melalui arteri oleh aktivitas tunika media, pada vena
menggunakan mekanisme yang berbeda yang disebut “pompa otot rangka”. Dalam pompa
otot rangka, darah bergerak secara pasif melalui pembuluh darah oleh kontraksi
otot rangka seluruh tubuh, yang memaksa darah untuk bergerak ke atas menuju
jantung bukan penyatuan dalam tubuh extremeties rendah (tangan dan kaki).
Kurang lebih 70% volume darah berada dalam sirkuit vena dengan tekanan yang
relatif rendah. Kapasitas dan volume sirkuit vena ini merupakan faktor penentu
penting dari curah jantung karena volume darah yang diejeksi oleh jantung
tergantung pada alir balik vena.
Trombosit
atau platelet merupakan bagian dari bagian sel darah yang sangat penting dalam
proses pembekuan darah. Normalnya pembekuan darah dan lisis darah tergantung
pada ke utuhan pembuluh darah, adekuatnya jumlah fungsional trombrosit.
(Tarwoto dkk, 2008)
Trombosit
sebenarnya fragmen dari sel-sel pada sumsum tulang, yang disebut megakariosit.
Dirangsang oleh hormon thrombopoietin, trombosit pecah pada megakariosit dan
memasuki aliran darah, di mana mereka beredar selama sekitar 10 hari sebelum
berakhir masa pendek mereka di limpa. Dalam tubuh yang sehat, thrombopoietin
akan membantu untuk mempertahankan jumlah trombosit pada tingkat normal, yang
sekitar 4,2-6.100.000 sel-sel kecil di 200/1000 dari satu sendok teh (1UL)
darah.
Kebanyakan
trombosit dikenal dengan kemampuan darah untuk menggumpal ketika seseorang
mendapat luka atau memar. Secara khusus, trombosit memberikan hormon yang
diperlukan dan protein untuk koagulasi. Kolagen dilepaskan ketika lapisan
pembuluh darah rusak. Trombosit mengenali kolagen dan mulai bekerja pada
koagulasi darah dengan membentuk semacam penyumbat, sehingga kerusakan lebih
lanjut untuk pembuluh darah dapat dicegah.
a) Fungsi
utama trombosit
Pembekuan
sumbatan mekanik selama respon hemostatis normal terhadap cedera vascular.
Tanpa trombosit, dapat terjadi kebocoran darah spontan melalui pembuluh darah
kecil. Reaksi trombosit berupa adehesi, sekresi, ageregasi dan fusi serta
aktivitas prokoagulannya sangat penting untuk fugsinya.
(A.V
Hoffbrand dkk, 2005)
b) Proses
pembekuan darah
Koagulasi
darah atau pembekuan darah adalah transformasi darah dari cairan menjadi gel
padat. Pembentukan suatu pembekuan (clot) pada sumbat trombosit memperkuat dan
menunjang sum-bat, memperkuat tambalan yang menutupi lubang dipembuluh darah.
Selain itu, sering dengan memadatnya darah di sekitar defek pembuluh, darah
tidak lagi mengalir. Koagulasi merupakan mekanisme hemostatic tubuh yang paling
kuat dan hal ini diperlukan untuk menghentikan pendarahan.
B. Pengertian Trombrosis Vena Dalam (Deep Vein
Thrombosis)
Thrombosis adalah terjadinya bekuan
darah di dalam sistem kardiovaskuler termasuk arteri, vena, ruangan jantung dan
mikrosirkulasi. Menurut Robert Virchow, terjadinya thrombosis adalah sebgai
akibat kelainan pada pembuluh darah, aliran darah, komponen pembekuan darah.
Tromboflebitis adalah kondisi
dimana terbentuk bekuan dalam vena akibat flebitis (inflamasi dinding vena)
atau akibat obstruksi parsial vena. Pada umumnya bekuan tersebut berhubungan
dengan (1) statis darah (2) cedera dinding pembuluh darah (3) perubahan
koagulasi darah (triad Virchow).(Sandra M.Nettina, 2002)
Thrombosis vena profunda (DVT)
adalah trombosit vena dalam, bukan vena superfisial. Vena dalam pada
ekstremitas bawah merupakan vena yang paling sering terkena.
Flebitis adalah inflamasi dinding vena.
Istilah ini digunakan secara klinis untuk menunjukan kondisi superfisial dan
terlokalisir yang dapat diobati dengan kompres hangat.
Gambar
1.1 : deep vein trombosis
Thrombosis
vena dapat terjadi akibat berbagai kondusi, seperti statis vena ( setelah
operasi, melahirkan, atau tirah baring atau duduk yang terlalu lama); trauma
langsung pada vena akibat injeksi IV atau kateter indwelling; perluasan infeksi
vena;komplikasi varises vena; tekanan yang terus menerus pada pembuluh darah
seperti akibat tumor, aneorisma atau kehamilan berat; aktivitas yang tidak
biasa pada seorang yang tidak dinamis; hiperkoagulabilitas yang berhubungan
dengan penyakit maligna, atau diskariasis darah. Komplikasi yang terjadi
mencakup embolisme pulmoner dan syndrome pasca phlebitis.
Tromboflebitis
dapat terjadi pada vena mana saja tetapi paling umun pada vena (ileofemoral,
popliteal, atau vena betis) dan vena-vena superfisial (safena) dari kaki. Thrombosis
vena dalam membawa risiko paling besar dari embolisme pulmonal. Untuk alasan
ini, pasien memerlukan perawatan dirumah sakit dan terapi agresif. Pada awalnya
pasien diberikan hamper selama kira-kira 5-7 hari. Selama 2-3hari terakhir
tarapi heparin, warfarin (Coumadin) diberikan dalam hubunganya dengan heparin
karena ini memerlukan kira-kira tiga hari untuk Coumadin dimulai berkerja.
Komplikasi utama dihubungkan dengan terapi antikoagunal adalah perdarahan.
RLP
untuk klifikasi KDB dari tromboflebitis
adalah 7,4 hari (lorenze, 1991).
Pasien
dengan thrombosis vena dalam sering dipulangkan dengan terapi Coumadin selama
kira-kira 1 ½ sampai 3 bulan. Pengguna terapi antikoagulan permanen dapat
diperlukan bila pasien mempunyai kondisi kronis yang menyertai yang secara umum
berkenaan dengan fromboflebitis (sindrom pascaflebotik, penyakit jantung).
Thrombosis
vena dalam mungkin lebih sulit untuk mendektesi tromboflebitis superfisia;
banyak pasien dengan thrombosis vena dalam tidak menunjukan gejala tipikal
tetapi dapat mengalami manifestasi atipikal seperti perubahan tiba-tiba pada tekanan
darah tampa perubahan penyerta dapat dilihat dan diraba.
Bila
orang beresiko tinggi di rumah sakit, tindakan-tindakan pencegahan terhadap
tromboflebitis harus dimulai. Tindakan-tindakan ini meliputi terapi heparin
dosis rendah, aspirin, ambulasi pascaoperasi awal, dekstran berat molekul
rendah, stoking antiemolisme, latihan rentan gerak utuk psien terbaring, atau
penggunaan alat kompresi tungkai eksternal.
Trombosis
vena juga dapat muncul di pembuluh darah vena lainnya, seperti lengan dan dapat
menyebar hingga ke paru-paru. DVT yang menyerang paru-paru ini dapat menyumbat
separuh atau seluruh bagian dari arteri paru dan menyebabkan timbulnya
komplikasi berbahaya bernama emboli paru (pulmonary embolism/PE) dan venous
thromboembolism (VTE).
C. Etiologi
Penyebab
utama thrombosis vena belum jelas, tetapi ada 3 faktor yang dianggap berperan
penting dalam pembekuannya. Statis darah, cedera dinding pembuluh darah dan
gangguan pembekuan darah. Adanya paling tidak 2 faktor tersebut penting untuk
terjadinya thrombosis.
Statis
vena terjadi bila aliran darah melambat, seperti pada gagal jantung/syok;
ketika vena berdilatasi, sebagai akibat terapi obat dan bila kontraksi otot
sekrental berkurang seperti pada istirahat lama, paralisis ekstermitas atau
anesthesia. Tirah baring terbukti memperhambat aliran darah tungkai sebesar
50%.
Kerusakan
lapisan intima pembuluh darah menciptakan tempat pembekuan darah. Trauma
langsung pada pembuluh darah, seperti pada fraktur atau dislokasi, penyakit
vena dan iritasi bahan kimia terhadap vena, baik akibat obat atau larutan
intravena, semuanya dapat merusak vena.
Kenaikan
koagulabilitas terjadi paling sering pada pasien dengan penghentian obat
antikoagulan secara mendadak. Kontrasepsi oral dan sejumlah besar diskrasia
dapat menyebabkan hiperkoagulabilitas.
Tromboflebitis
adalah peradangan dinding vena dan biasanya disertai pembentukan bekuan darah.
Ketika pertama kali terjadi bekuan pada vena akibat stasis atau
hiperkoagulabilitas, tanpa disertai peradangan, maka proses ini dinamakan
flebotrombosis. Thrombosis vena dapat terjadi pada semua vena, namun paling
sering terjadi pada vena ekstremitas. Gangguan ini dapat menyerang vena
superfisial maupun vena dalam tungkai. Pada vena superfisial, vena safena
adalah yang paling sering terkena. Pada vena dalam tungkai, yang sering terkena
adalah vena iliofemoral, popliteal dan betis.
Thrombus
vena tersusun atas trombosit yang menempel pada dinding vena, di sepanjang
bangunan tambahan seperti ekor yang mengandung fibrin, sel darah putih dan sel
darah merah. “ekor” dapat tumbuh membesar atau memanjang sesuai aliran darah
akibat terbentuknya lapisan bekuan darah. Thrombosis vena yang terus tumbuh ini
sangat berbahaya karena sebagian bekuan dapat terlepas dan mengakibatkan oklusi
emboli pada pembuluh darah paru. Fragmentasi thrombus dapat terjadi spontan
karena bekuan darah secara alamiah bisa larut, atau dapat terjadi sehubungan
dengan peningkatan tekanan vena, seperti saat berdiri tiba-tiba atau melakukan
aktivitas otot setelah lama istirahat.
Semua
pasien bedah beresiko mengalami thrombosis vena dalam (DVT). Berbagai
penelitian telah dilakukan selama bertahun-tahun untuk mencatat insidensi DVT
dan manfaat profilaktik sebagai tindakan pencegahan
D. Patofisiologi
Statis aliran
darah vena terjadi bila aliran darah melambat,seperti pada gagal jantung dan
syok,ketika vena berdilatasi sebagai akibat terapi obat dan bila kontraksi otot
skeletal berkurang seperti pada istirahat yang lama,paralysis ekstremitas atau
anastesi .
Tirah baring terbukti memperlambat
aliran darah tungkai sebesar 50%.
Kerusakan lapisan intim pembuluh
darah menciptakan tempat pembentukan bekuan darah. Trauma langsung pada
pembuluh darah, seperti pada traktur atau dislokasi,penyakit vena dan iritasi
bahan kimia terhadap vena, baik akibat obat atau larutan intravena, semuanya
dapat merusak vena.
Kenaikan koagulabilitas terjadi
paling pada pasien dengan penghentian obat anti- koagulan secara mendadak.
Kontrasepsi oral dan sejumlah besar diskrasia dapat menyebabkan
hiperkoagulabilitas.
Tromboflebitis adalah peradangan
dinding vena dan biasanya disertai pembentukan bekuan darah. Ketika pertama
kali terjadi bekuan pada vena akibat stasis atau hiper kongulabilitas, tanpa
disertai peradangan, maka proses ini dinamakan flebotrombosis. Thrombosis vena dapat terjadi pada
semua vena, namun paling sering terjadi pada vena ekstremitas. Gangguan ini
dapat menyerang baik vena superficial maupun vena dalam tungkai. Pada vena
superficial, vena safena adalah yang paling sering terkena. Pada vena dalam tungkai,
yang paling sering terkena adalahvena iliofemoral, popliteal dan betis.
Thrombus vena tersusun atas agregat
trombosit yang menempel pada dinding vena, di spanjang bangunan tambahan
seperti ekor yang mengandung fibrin, sel darah putih dan sel darah merah. “
Ekor” dapat tumbuh membesar atau memanjang sesuai aliran darah akibat
terbentuknya lapisan bekuan darah. Thrombosis vena dapat terus tumbuh ini
sangat berbahaya karena sebagian bekuan dapat terlepas dan mengakibatkan oklusi
emboli pada pembuluh darah paru.(Smeltzer &
Brenda. 2002)
A.
Manisfestasi
klinis (Brunner&Suddarth)
Sebanyak
50% pasien dengan thrombosis vena
ektremitas bawah tidak menunjukan gejala, sedangkan yang lain, menunjukan
gejala yang bervariasi dan biasanya tidak khas tromboflebitis. Namun meskupun bermacam-macam setiap tanda
klinis harus di selidiki dengan cermat.
Vena dalam obstruksi vena dalam tungkai
menyebabkan edema dan menyebabkan ektremitas karena aliran darah tersumbat.
Besarnya pembengkakan dapat ditentukan dengan mengukur keliling tungkai
sebelahnya pada berbagai tingkat denga pita pengukur. Suatu tungkai
dibandingkan dengan tungkai lainnya untuk menentukan perbedaan ukurannya.
Apabila kedua tungkai bengkok, sulit diketahui perbedaan ukurannya. Tungkai
yang terkena terasa lebih hangat dan vena superfisialnya lebih menonjol nyeri
tekan biasanya terjadi kemudian adalah akibat dari implamasi dinding vena dan
dapat diteksi dengan palpasi lembut pada tungkai. Tanda human (nyeri pada betis
ketika kaki di-dorosfleksikan secara mendadak) tidak spesifik untuk thrombosis
vena dalam karena bisa ditimbulnya oleh berbagai kondusi nyeri pada betis. Pada
beberapa kasus emboli paru merupakan tanda pertama thrombosis vena dalam.
Vena superfisial. Thrombosis vena
superfisial mengakibatkan nyeri atau nyeri tekan, kemerahan dan hangat pada
daerah yang terkena. Resiko terjadinya fragmentasi thrombus menjadi emboli pada
vena superfisial sangat jarang karena thrombus dapat larut secara spontan jadi
kondisi ini disini dapat ditangani dirumah dengan tirah baring, peninggian
tungkai, analgetik dan obat anti radang. Perbandingan tromboflebitis
superfisial. (brunner&suddarth, 2001).
B.
Perawatan
penunjang (Sandra M.nettina, 2001)
a) Tinggikan
tungkai pasien sesuai dengan instruksi untuk meningkatkan drainase vena,
mengurangi pembengkakan dan mengurangi nyeri
b) Beri
kompres hangat atau bantalan panas sesuai dengan instruksi untuk meningkatkan
sirkulasi dan mengurangi nyeri
c) Memberikan
analgetik sesuai dengan instruksi dan sesuai kebutuhan. Hindari penggunaan
aspirin dan produk-produk yang mengandung NSAID selama terapi antikoagulan
untuk mencegah resiko lebih lanjut terjadinya pendarahan
d) Cegah
statis vena dengan posisi yang tepat ditempat tidur. Topan seluruh panjang
tungkai pada saat di tinggikan.
e) Lakukan
latihan aktif, kecuali jika di kontraindikasikan, maka gunakan latihan pasif.
f) Anjurkan
asupan cairan yang adekuat, seringnya berubah posisi, batuk efektif dan latihan
pernafasan dalam untuk mencegah komplikasi tirah baring
g) setelah
fase akut (5-7 hari) pakaikan stocking elastis, sesuai instruksi. Lepas 2 kali
sehari dan periksa adanya peruabahan kulit dan nyeri tekan pada betis
h) anjurkan
ambulansi jika sudah di izinkan (biasanya setelah 5-7 hari ketika bekuan sudah
melekat sepenuhnya ke dinding pembuluh darah).
C.
Penatalaksanaan
a) Tujuan
penatalaksanan medis tromboflebitis adalah mencegah perkembangan dan pecahnya
thrombus beserta resikonya yaitu embilisme paru dan mencegah tromboemboli
kambuh.
Tetapi
antikoagulan dapat mencapai kedua tujuan itu hampir yang diberikan selama 10-12
hari dengan infus intermiter intavena atau infus berkelanjutan, dapat mencegah
perkembanganya bekuan darah dan tumbuhnya bekuan baru. Dosis pengoatan diatur
dengan mematau waktu tomboplastin parsial (PPT).
4-7hari
sebalum terapi hamper intra vena berakhir, pasin diberikan antikoagulan oral.
Pasin mendapat antikoagulan oral 3 bulan atau lebih untuk pencegahan jangka
panjang. Tidak seperti heparin, pada 50% pasien, tetapi trombolik
(fibrinolitk), menyebabkan bekuan mengalami dekomposisi dan larut. Tetapi
trombolitik diberikan dalam 3hari pertama setelah oklusi akut, dengan pemberian
steptikinase , mikinase atau ativatir plasminogen jenis jaringan (t-PA=tissue
type plasminogen activator). Kelebihan terapi litik adalah tetap utunya kutup
vena dan mengurangi insiden sindrom pasca flebotik dan insufensial kronik.
Namun terapi tombolitik mengakibatkan insidens pendarahan sekitar sekitar 3
kali lipat dibandingkan heparin. PPT, waktu protombil, hemoglobin, hematokrik, hitung trombosit dan tingkat
fribnogen pasien harus sering dipantau, diperkuat observasi yang ketat untuk mendektesi
adanya pendarahan. Apabila terjadi pendarahan dan tidak dapat dihentikan, maka
bahan trombolik harus dihentikan.
b) Penatalaksanaan
bedah. Pembedahan thrombosis vana dalam diperkuat bila (1)ada kontraindikasi
terapi antikoagula atau tromboslitik (2)ada bahaya emboli paru yang jelas
(3)aliran vena sangat tergantung yang dapat mengakibatkan kerusakan permanen
pada ekstremitas. Trombektomi (mengangkatan thrombosis) merupakan penanaganan
pilihan bila diperlukan pembedahan. Filter vena kava harus dipasang pada saat
dilakukan trombotomi, untuk menangkap emboli besar dan mencegah emboli paru.
c) Penatalaksanaan
keperawatan. Titah baring, peninggian ekstermitas yang terkena, stoking elastis
dan analgetik untuk mengurangi nyeri adalah tambahan terapi ini. Biasanya
dipelukan titah baring 5- 7 hari setelah terjadi thrombosis vena dalam. Waktu
ini kurang lebih sama dengan waktu ini yang diperlukan thrombus melekat pada
dinding vena, sehingga menjadi emboli. Ketika pasien mulai berjalan, harus
dipakai stoking elastik. Berjalan-jalan akan lebih baik dari pada berdiri atau
duduk lama-lama. Latihan ditempat tidur, seperti dorsofleksi kaki melawan papan
kai, juga dianjurkan.
Kompres
hangat dan lembab pada ekstremitas yang terkena dapat mengurangi ketidak
nyamanan sehubungan dengan thrombosis vena dalam. Analgetik ringan untuk
mengontrol nyeri, sesui resep, akan menambah rasa nyaman.
D.
Faktor
Risiko
1. Bersifat
idiopatik
2. Tirah
baring lama
3. Trauma
4. Pembedahan
5. Kehamilan
6. Obesitas
7. Merokok
8. Statis
vena
9. Neoplasma
10. Venulitis
E. Komplikasi
Yang
akan terjadi apabila thrombus timbul di dalam vena betis yang letaknya dalam
adalah vena tersebut akan tersumbat total, sehingga darah tidak bisa
melewatinya secara otomatis. Namun, keadaan ini tidak terlalu mengkhawatirkan
terhadap sirkulasi darah untuk dapat bisa kembali ke jantung, sebab disana
selalu ada vena-vena kecil yang berjalan parallel dengan vena yang tersumbat
dan memberi jalan bagi darah untuk kembali kearah jantung. Vena-vena kecil ini
disebut vena kolateral.
Vena-vena
kolateral memberi tahan yang lebih besar terhadap aliran darah daripada vena
yang mengalami oklusi. Karena tekanan vena serta kapiler yang menuju ke atas
meninggi, maka terjadi pengisian vena yang berlebihan, sehingga pembengkakan
pada kaki pasti terjadi. Hal ini tentunya akan diikuti oleh timbulnya edema yang
membuat sumuran. Efek terjadinya
thrombosis pada betis dalam ini adalah kaki bagian bawah pasti akan mengalami
pembengkakan dan terasa keras karena tekanan vena meninggi. Selain itu juga
akan terjadi edema, karena darah yang datang kembali dari kaki harus melalui
vena-vena kecil kulit sehinga kulit tungkai tersebut menjadi sianosis dan
teraba lebih hangat akibatya banyaknya darah di dalamnya. Hal yang juga diperlu
diperhatikan pada penyakit ini adalah dengan melihat seorang penderita yang
berbaring lama dengan keluhan sakit pada salah satu kaki, maka lakukanlah
pemeriksaan kaki tersebut dengan sangat teliti. Vena yang mengalami thrombosis
ditekan dengan hati-hati maka akan timbul rasa nyeri yang hebat. Nyeri ini
mungkin akibat spasme otot polos oleh rangsangan serotonin yang berasal dari
thrombosis (trombosit).
0 komentar:
Posting Komentar